VIETNAM – Dalam satu dekade terakhir, bank-bank di Vietnam gencar berinvestasi di teknologi demi memangkas biaya dan meningkatkan produktivitas. Hasilnya nyata: rasio biaya terhadap pendapatan (Cost to Income Ratio/CIR) anjlok dari 47 persen pada 2014 menjadi hanya 33 persen di 2024.
Dengan otomatisasi proses, pemanfaatan kecerdasan buatan (AI), dan sistem digital, bank mampu mengurangi beban kerja manual dan mempercepat layanan. Proses persetujuan kredit yang dulu makan waktu beberapa hari, kini hanya butuh beberapa jam. Efisiensi ini membuat bank bisa mencetak laba lebih besar dengan biaya lebih kecil.
BACA JUGA: Vietnam Tingkatkan Wewenang Pemerintah dalam Penyesuaian Anggaran Negara
Tapi harga dari transformasi ini tak murah. Bank BIDV memangkas lebih dari 1.100 pegawai sepanjang 2024. Jumlah karyawan turun dari 27.176 menjadi 26.069. Digitalisasi bukan hanya soal teknologi, tapi juga soal bagaimana tenaga kerja harus beradaptasi atau tersingkir.
Untuk bertahan, bank-bank kini tak hanya membeli teknologi, tapi juga membangun sumber daya manusia lewat pelatihan intensif. Mereka bermitra dengan perusahaan teknologi untuk mengajari karyawan tentang AI, otomasi, dan analisis data. Ini bukan tren, ini keharusan di tengah tekanan dari perusahaan Fintech.
CIR terus ditekan di semua jenis bank: bank milik negara, bank korporasi, hingga bank ritel. Semua kini mencapai efisiensi biaya yang serupa, di angka 32 persen. Tapi ini baru awal. Dengan tren open banking dan kerjasama dengan Fintech, bank-bank Vietnam sedang membangun model baru: lebih ramping, lebih digital, dan lebih siap menghadapi masa depan.